Hai sobat...
Pada post pertama admin kali ini, kami akan membahas objek wisata sejarah
berupa masjid kuno kuncen madiun sekaligus sendang madiun yang konon katanya
merupakan asal muasal kata "madiun". Letak sendang ini satu kompleks
dengan Masjid Kuno Kuncen, ini sangat strategis untuk dijadikan wisata religius
karena banyak mengandung sejarah dan peninggalan-peninggalan yang perlu
dilestarikan. Okee.. tanpa basa basi langsung saja kita simak kisahnya :)
Pada
tahun 1568 terjadilah sejarah baru di Kesultanan Demak yang berdampak di daerah
Madiun dan sekitarnya. Setelah berakhirnya perang saudara yang dimenangkan oleh
Mas Karebet atau Jaka Tingkir yang selanjutnya disebut Hadiwijaya, dengan restu
para wali menggantikan kedudukan mertuanya Sultan Trenggono sebagai sultan,
tetapi tidak mau berkedudukan di Demak melainkan memindahkan pusat
pemerintahannya ke Pajang. Putra Sultan Trenggono lainnya atau adik ipar Sultan
Hadiwijaya yang bernama Pangeran Timur oleh Sunan Bonang yang mewakili para
wali diangkat menjadi Bupati Madiun pada tanggal 18 Juli 1568, yang selanjutnya
disebut panembahan Rama atau Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno yang memerintah
pada tahun 1568 – 1586. Pada tahun 1575 dengan berbagai pertimbangan
Bupati Pangeran Timur memindahkan pusat pemerintahan dari utara Kelurahan
Sogaten ke selatan menuju Keluran Kuncen dulu Wonorejo. Pangeran Timur selaku
Bupati disamping berkewajiban mengendalikan jalannya pemerintahan, juga membawa
misi penyebaran agama Islam. Pembangunan agama identik atau tidak lepas dengan
pembangunan tempat ibadah yaitu masjid. Dengan demikian patut diduga bahwa masjid
Kuno Kuncen atau disebut Masjid Nur Hidayatullah pada zaman Bupati Pangeran Timur
memerintah Kabupaten Madiun yang berpusat di sekitar Kelurahan Kuncen dan
masjid tersebut berdiri di Kuncen setelah tahun 1575 atau pada akhir abad XVI
Status wilayah Wonorejo sebagai tanah makam dan juga ada masjid, maka Kyai yang
merawat areal tersebut juga bertindak sebagai kepala desa, dan diberi kebebasan
menguasai daerah sekitar area makam dan masjid. Kyai Grubug merupakan guru
dalam ilmu agama Islam, dan Kyai Grubug inilah yang pertama kali berkuasa
di Desa Perdikan Kuncen ini yang juga mengelola masjid maupun makam, hingga
sekarang ada empat belas Kyai yang pernah berkuasa di Desa perdikan Kuncen
beserta mengurusi masjid dan makam, diantaranya:
1.
Kyai Grubug
2.
Kyai Semin I
3.
Kyai Semin II
4.
Kyai Semin III
5.
Kyai Semin IV
6.
Kyai Djodo
7.
Kyai Muhammad Ngarib
8.
Kyai Kasan Basari
9.
Kyai Muhammad Mardo
10.
Kyai Muhammad Mardi
11.
Kyai Darsono
12.
Kyai Sutopo
13.
Kyai Karsono
14.
Kyai Kentjono
Sebenarnya masjid yang ada di Kelurahan Kuncen itu belum ada
nama sama sekali, karena tidak adanya sumber tertulis mengenai nama masjid
tersebut. Selanjutnya dari tahun ke tahun nama masjid kuno yang terdapat di
Kelurahan Kuncen tersebut dahulu dikenal dengan nama Masjid Kuno Kuncen, kerana
keberadaan masjid tersebut berdekatan dengan makam yang terdapat juru kunci
kemudian dinamakan kuncen dan juga disesuaikan dengan nama Kelurahan Kuncen
karena keberadaan masjid berada di Kelurahan Kuncen, maka dari itu masjid kuno
ini dikenal dengan nama Masjid Kuno Kuncen. Selanjutnya pada tahun 1970 warga
Kuncen bersepakat merubah nama masjid sebelumnya Masjid Kuno Kuncen diubah nama
menjadi Masjid Nur Hidayatullah, walaupun sudah dinamakan Masjid Nur
Hidayatullah akan tetapi nama yang masih dikenal oleh warga Madiun sampai
sekarang adalah Masjid Kuno Kuncen.
Masjid Kuno Kuncen atau Masjid Nur
Hidayatulloh
Merupakan masjid tertua yang ada di
kelurahan Kuncen, kota Madiun, Provinsi Jawa Timur. Masjid ini mengandung nilai
sejarah yang sangat tinggi, selain karena bangunan masjid serta artefaknya,
juga terdapat peninggalan-peninggalan kerajaan terdahulu, terdapat makam para
bupati Madiun, terdapat Sendang dan pohon besar yang merupakan asal usul Kota
Madiun.
Masjid ini dibangun
oleh Kiai Ageng Misbach atau Kiai Donopuro tahun 1754. Masjid yang
semula bernama Masjid Donopuro ini didirikan di tanah perdikan (daerah bebas pajak)
Kerajaan Mataram. Wilayah ini diberikan kepada Kanjeng Pangeran Rangga
Prawirodirjo I yang saat itu menjabat bupati wedana timur (Manca Negari Timur),
Kerajaan
Mataram di sebelah timur Gunung Lawu. Selanjutnya, tanah perdikan itu diserahkan
kepada Kanjeng Raden Ngabehi Kiai Ageng Misbach yang saat itu menjadi penasihat
Kanjeng Pengeran Rangga Prawirodirjo I.
Makam Kuncen Madiun |
Beberapa peninggalan Kadipaten/Kabupaten Madiun yang salah
satunya dapat dilihat di Kelurahan Kuncen, dimana terdapat makam Ki Ageng
Panembahan Ronggo Jumeno, Bupati Mangkunegara I, Patih Wonosari dan para Bupati
Madiun lainnya yang merupakan pahlawan-pahlawan
pendiri Kota Madiun, selain makam para bupati, Masjid Tertua di Madiun masih
kokoh menjadi saksi, yaitu Masjid Nur Hidayatullah, artefak-artefak
disekeliling masjid, serta sendang (tempat pemandian) keramat.
Sendang Tundung Mediun |
Asal Mula Nama
Madiun
Pada
masa pemerintahan Ki Ageng Reksogati dan Pangeran Timur nama Madiun belum ada,
daerah ini dulu disebut Kadipaten Puroboyo. Asal kata Madiun mempunyai banyak
versi, yang ditinjau dari berbagai sudut pandang, diantaranya yaitu : gabungan
dari : kata “medi” (hantu) dan “ayun-ayun” (berayunan), yaitu dikisahkan ketika
Ki Mpu Umyang/Ki Sura bersemedi untuk membuat sebilah keris di sendang panguripan
(sendang amerta) di Wonosari (Kuncen, sekarang) diganggu gendruwo/hantu yang
berayun-ayun di pinggir sendang, maka keris tersebut diberi nama ”Tundung
Mediun”.
Kemudian
cerita lain berasal dari “Mbedi” (sendang) “ayun-ayunan” (perang tanding) yaitu
perang antara Prajurit Mediun yang dipimpin oleh Retno Djumilah di sekitar
sendang.
Kata ”Mbediun” sendiri sampai sekarang masih lazim diucapkan oleh masyarakat
terutama di daerah Kecamatan Kare, Madiun. Mereka
mengucapkan Mbediun untuk menyebutkan Madiun.
Versi berikutnya adalah Madya-ayun yaitu Madya (tengah) ayun (depan). Pangeran Timur adalah adik ipar dan juga salah satu bangsawaan Demak yang sangat di hormati oleh Sultan Hadiwijoyo di Kasultanan Pajang. Pada waktu acara pisowanan beliau selalu duduk sejajar dengan Sultan Hadiwijoyo di Madya ayun (tengah depan).
oh ternya ada petilasannya..
BalasHapus